Tuesday 21 February 2012

Maze

Langkah kaki bergema di ruang kosong, perlahan menyusuri gelap. Dinding beraneka bentuk seakan menutup semua jalan keluar, mengurung siapapun yang mencoba bebas, memupuskan harapan.

Tembok besi. Kuat, kokoh, dingin seperti es. Tak mungkin ditembus. Sepertinya tak mungkin di tembus. Mengejek setiap ayunan kaki, dan gerakan mulut saat mengeja dunia. Merubah kondisi setiap saat menjadi kesulitan, tantangan. Merubah kenyamanan hidup. Coba mengetuk-ngetuk, mencari celah. Tapi, bahkan partikel cahaya tidak dapat menemukan lubang kecil untuk meneruskan sinarnya.

Cari jalan lain.

Memutar, melewati ratusan lorong sempit, hingga akhirnya barisan besi itu berakhir, muncul lah barisan dinding tanah liat. Sejenak mengira-ngira, lalu mencoba mendobrak. Tak bisa. Walau empuk, dia lebih kuat dari kelihatannya. Asal kita. Dia melindungi dari rasa sakit, tapi tetap saja tak tertembus. Mencari air untuk melunakkannya tak akan banyak gunanya, bekal pun tak ada.

Berlari dan terus berlari.

Barrier tanaman rambat. Kelihatannya lebih mudah. Namun, ia dari dalam jiwa, berisi duri ketakutan akan diri sendiri, dan ketakutan melukai orang lain. Getah meleleh-leleh, tak ada niatan untuk menghapusnya, sesungguhnya ia membuat lengket saja. Sulur-sulur kuat mencengkram batang, keinginan untuk bersuara. Namun rasa aman yang pasti membuat menutup diri terasa lebih baik. Bunga mawar putih, hitam. Mana yang akan menjadi tuntunan, hati nurani atau godaan setan?

Frustasi. Bertahun-tahun terkungkung. Sesekali sinar muncul di sana sini, tak ada bedanya dengan fatamorgana di siang hari. Sinar itu tidak jelas, kontinu tapi sukar dipahami. Sukar, sebenarnya ada jalan keluar. Entahlah, manusia banyak tersesat di labirin buatannya sendiri.

No comments:

Post a Comment