Friday 9 September 2011

Before You Finally Decide

 

Cilaaa kalo udah besar mau jadi apa?

Jadi doktel … Cila mau sembuh-sembuhin temen cila yang saakiiit

Familiar dengan kata-kata ini? Itu lo yang ada di iklan susu. Hehe. Nggak bermaksud promosi sih…

 

Mungkin kejadian serupa pernah terjadi kepada anda wahai teman, yang waktu kecil memiliki tekad yang bulat untuk menjadi seorang dokter. Bisa jadi karena sedang trend di kelas TK saat itu, atau karena orang tua juga menjadi dokter, atau karena terpikat ruang periksa dokter anak yang banyak mainannya, atau karena keseringan denger lagu kodok ngorek (?)

backsound: kodok ngorek kodok ngorek, ngorek pinggir kali. Teot teblung teot teblung teot teot teblung, bocah pinter bocah pinter sesuk jadi dokter…

Baaaaaiklaaah. Setelah besar, apakah anda masih mau jadi dokter? Apa? Bingung? Oke, oke, sebelum bingung anda semakin gawat darurat, cobalah tengok sebentar ke mareh, izinkan saya menuturkan kenyataan sekaligus curcol saya, mungkin bisa dijadikan bahan pertimbangan.

Kuliah kedokteran di Indonesia rata-rata butuh waktu 5 sampai 7 tahun. Sekitar 3 tahun sampe 4 tahun udah diwisuda sebagai sarjana kedokteran alias S.Ked. Setelah itu, bukan berarti anda bisa langsung pesen papan putih yang ditulisi BUKA PRAKTEK DOKTER, karena anda masih harus menjadi dokter muda alias ko ass di rumah sakit. Setelah 1,5 sampe 2 tahun di rumah sakit, barulah anda menjadi dokter tua atau telah menjadi dokter umum yang sesungguhnya. Eits, belum selesai, ada kemungkinan anda masih harus menjalani internship atau PTT atau semacam pengabdian anda menjadi dokter di berbagai daerah di Indonesia. Waktunya kira-kira satu tahunan. Kenapa waktunya nggak pasti gitu? Karena bisa jadi setiap universitas berbeda-beda kurikulum. Bahkan dalam satu universitas pun, tiap angkatan bisa beda waktu lulusnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa, saat teman-teman SMA anda sudah bekerja dan punya gaji, kemungkinan anda yang berkuliah di fakultas kedokteran masih harus menempuh jenjang pendidikan.

Selain pertimbangan waktu, anda juga harus siap dengan konsekuensi belajar giat tiada henti ketika telah masuk ke dunia medis. Karena saat anda main-main, nyawalah yang menjadi taruhannya. Pelajaran-pelajarannya mantap jaya! Hafalan yang utama, tapi juga nggak mengesampingkan nalar dan cara berpikir yang logis. Untuk materi mengenai anatomi dan histologi (ilmu tentang jaringan) manusia, mungkin sekilas hafalan mati, tapi sebenarnya kalau mau mendalami dan memahami bahasa-bahasa latin, maksud-maksud yang terkandung pun akan tersingkap. Teteup, belajar ekstra. Selain Anatomi, Histologi, ada juga Fisiologi (ilmu tentang fungsi tubuh), biokimia (tentang hal kimiawi yang terjadi di tubuh manusia), parasitologi (tentang parasit), mikrobiologi (mikroba dan lain sebagainya), farmakologi (tentang obat), patologi anatomi, patologi klinik, (tentang penyakit), dan banyak spesialisasinya (Anak, mata, THT, Kandungan, Kulit dan kelamin, Urologi, Paru, Jiwa, dll). Buanyyyyyaaaaak banget bacaan yang harus dibaca, mulai dari text book, buku diktat, slide-slide dosen, sampe update-an jurnal dan dan berita dari internet. Karena, setiap waktu ilmu kedokteran semakin berkembang. Belum latihan skill seperti pemeriksaan tekanan darah, refleks, kekuatan otot, PPGD (pertolongan pertama pas keadaan gawat darurat), pasang infus, nyuntik, dan masang alat-alat lainnya. Walau berat, tapi di sisi lain, semakin dalam anda mendalami ilmu ini, semakin anda mensyukuri semua ni’mat yang diberikan oleh Allah, semakin pula anda menyadari betapa amazing nya diri anda.

Di saat anda menjadi mahasiswa kedokteran, sampe selanjutnya menjadi dokter beneran, harus dan patut yang namanya etika, moral dan keikhlasan dijunjung tinggi. Bakalan banyak hal-hal yang menjijikkan, melelahkan, pengorbanan, penjagaan image dan martabat profesi, semuanya harus dijalani. Kebayang nggak kalo dokternya jijik waktu nanganin pasien, yang ada pasien pada kabur. Padahal yang namanya penampilan, penampakan, aroma, dan bunyi-bunyian orang sakit itu kan nggak ada yang fresh n ceria. dari mulai mahasiswa juga udah dilatih sama bau-bauan formalin yang gak gak gak kuat. menghadapi kadaver alias mayat, menghadapi kotoran manusia, dan banyak lagi. Keikhlasan juga dilatih bener-bener, bayangkan deh, malem-malem harus jaga UGD, padahal di rumah ada kasur empuk selimut hangat, sebelumnya minum susu dan sikat gigi hingga akhirnya tidur dengan cantiknya. Jaga perilaku, jaga amarah, harus ramah, itu juga perlu. nggak boleh mata duitan, harus mengutamakan kepentingan pasien daripada kocek yang di dapat. daaaaan semua itulah, konsekuensi yang harus anda jalani, tapi kepuasan batin yang di dapat setelah menolong orang, pahala jika melakukannya dengan ikhlas, itu pula yang anda akan dapatkan…

Hmm.. gimana gimana? Mulai ada gambaran sebagai dasar dari keputusan? Woooow, oke, sekarang buat anda-anda yang bilang “ Baik, saya akan melakukannya!” –> maksudnya mau jadi dokter gitu, ini ada lagi yang mau saya share

Mungkin bingung mau milih universitas mana yang sebaiknya menjadi sasaran, gini nih, untuk fakultas kedokteran terbaik di Indonesia, tentu saja milik Universitas Indonesia (sumber terpercaya kok, tapi saya lupa linknya), secara dia tempat kuliah yang paling tua dan letaknya di ibukota. Selain itu ada fakultas kedokteran di Universitas Gajah Mada, Universitas Airlangga, Universitas Diponegoro, Brawijaya, Udayana, Padjajaran, Hasanuddin, Universitas Sumatra Utara, Universitas Negeri Surakarta, daan masih banyak juga Universitas swasta yang menyediakan fakultas kedokteran. Mungkin yang menjadi bahan pertimbangan utama adalah, ongkos, juga menyangkut asal kota, kalo dari Jawa Timur, kebanyakan bakal milih Unair yang ada di Surabaya, UB di Malang, atau UNEJ Jember, alasannya karena biaya hidup pasti bakal lebih murah. Di UGM Yogya biaya hidup juga relatif murah. Lain dengan di Jakarta atau Bandung yang harga kos, harga makanan, ongkos transport semuanya lumayan mahal. Untuk uang kuliah, ada juga beberapa perbedaan tiap universitas, ada yang sesuai dengan kemampuan seperti di UI dan UB, jadi mahasiswa akan mengumpulkan berkas-berkas seperti slip gaji ortu, biaya listrik, air, dll buat nentuin berapa rupiah yang bakal dia bayar. Atau sesuai dengan jalur masuk, kayak di Unair dan UGM. Misalnya masuk lewat jalur SNMPTN, biaya pasti bakal lebih murah dari yang lewat jalur umum.

Untuk kurikulum, seperti yang udah aku bilang, juga ada perbedaan loo. (Ini hasil aku wawancara ama temen yang dari UGM UI dan beberapa univ lain.) Contohnya di UI, UGM, dan kebanyakan Universitas lainnya, sistem FK pake modul atau blok. Jadi modelnya kayak cara belajar siswa aktif gitu. Setiap minggunya dikasih kasus, disuruh memecahkan kasus tersebut dengan arahan kuliah dari dosen, sisanya cari sendiri. untuk pembelajarannya per sistem tubuh manusia, misalnya modul 1 tentang sistem peredaran darah, modul 2 sistem syaraf, modul 3 biologi molekuler, yaaa kira-kira begitu. Kalo di Unair sistemnya integrated, jadi sistem klasik dan blok digabung jadi satu. Pelajaran semester 1 etika, agama, ilmu sosial, bio medik, semester 2 anatomi, histologi, ikm, semester 3 fisiologi, biokimia, semester 4 parasit, mikro, patologi klinik, filsafat, dst. tapi tetep ada modul, seminggu sekali aja. jadi kalo mau dijadikan gambaran, kalo anda orang yang rajin dan aktif, akan cocok dengan  model blok, sedangkan bila anda sedikit malas, hehehehe, perlu sedikit lebih banyak dibimbing oleh dosen, maka pilihlah Unair. promosi juga nih.

Truss, untuk masalah praktikum anatomi, di Unair anda akan mendapatkan kadaver baru tiap tahunnya, dan anda bisa belajar diseksi sendiri alias nggak dibedahin sama dosen. Bisa ngerasain gimana konsistensi organ-organ dalam dengan bebas. Emang, kalo bedah sendiri risikonya adalah banyak yang nggak rapi, tapi kalo udah melakukan kesalahan, langsung ke meja kelompok lain buat ngasih warning, “eh ati ati jangan motong terlalu dalem nanti strukturnya rusak” walhasil kita tetep bisa ngelihat strukturnya dengan benar. Kalo di univ lain bisa ngeliat struktur yang lebih bagus dan rapih, karena yang motongin dosennya. daaan gak perlu berkutat dengan formalin terlalu lama.

Hehehehehe. Kalo masalah organisasi, aku yakin tiap universitas punya organisasi andalan masing-masing, cuma kalo di Unair organisasi mungkin agak susah apabila menjelang musim ujian, karena pelajarannya banyak dan menumpuk, kalo aku tanya teman dari UB, mereka lebih santai jadi bisa lebih aktif berorganisasi.

Itu sih pengetahuan saya, semoga membantu ya dalam memikirkan masak-masak masa depan yang ingin diambil. Asalkan menjalani dengan senang riang ikhlas dan selalu mengharap ridho Allah, parti bakal diberi kemudahan. Kalo ada koreksi maupun tambahan boleh silahkan, bagi yang mau tanya, selama saya bisa menjawab insya Allah saya jawab. Semangat!

No comments:

Post a Comment